Sejarah

Awesome Image

Sejarah Batam

Batam dengan luas wilayah daratan 1.038,84 km2 dan luas wilayah perairan 2.791,09 km2 adalah bagian dari Provinsi Kepulauan Riau yang meliputi;

  • Wilayah kerja BP Batam yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab Kawasan Strategis Nasional (KSN), berstatus Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) untuk pengembangan investasi dan ekspor di 8 Pulau seluas 716,30 km2 yaitu: Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang dan Pulau-Pulau kecil lainnya di Kawasan Selat Singapura dan Selat Malaka. Pulau Batam, Rempang, dan Galang terkoneksi oleh Jembatan Barelang. Batam merupakan bagian dari kawasan khusus perdagangan bebas Batam–Bintan–Karimun (BBK).
  • Wilayah kerja Pemerintah Kota yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sub urusan sesuai dengan undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seluas 322,54 km2 untuk pengembangan ekonomi wilayah di 365 Pulau lainnya selain 8 Pulau wilayah yang menjadi kewenangan BP Batam.


Batam memiliki letak yang strategis, yaitu di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran internasional, menghubungkan Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik serta berada diantara 2 benua, yakni Asia dan Australia. Dengan status KPBPB dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Enclave sebagai opsi, menjadikan Batam sebagai zona tumpuan perubahan peradaban negara-negara yang beralih dari pemanfaatan sumber daya alam dan industri ke pemanfaatan jasa-jasa serta pilihan bagi negara-negara yang tidak memiliki hubungan kerjasama ekonomi dengan Indonesia dan regional untuk memperluas akses pasar dan basis produksi. 
Melalui Kepres Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam, sebuah pulau kecil di seberang Singapura, dihuni penduduk ± 6000 jiwa yg tinggal pada 21 dusun yang tersebar di pesisir pantai, ditetapkan arah pembangunannya sebagai daerah industri. Karena keterbatasan anggaran Pemerintah Republik Indonesia kala itu ditunjuklah Pertamina sebagai pelaksananya, dan dikembangakan sebagai logistik base industri perminyakan lepas pantai. Pemerintah Pusat benar benar serius mendorong pembangunan Pulau Batam sehingga menerbitkan lagi Kepres Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam, ditetapkan sebagai kawasan industri dengan beberapa kawasan berikat dan juga menetapkan status pertanahan di Pulau Batam sebagai Hak Pengelolaan Otorita Batam. Seiring dengan peningkatan aktifitas industri di Pulau Batam, populasi penduduknya pun meningkat secara signifikan menjadi ± 31.800 per 1978.
Melalui Keppres Nomor 41 Tahun 1978 seluruh Pulau Batam ditetapkan Bonded Zone, Otorita Batam juga mengevaluasi master plan pembangunan Batam yang tadinya hanya pengembangan daerah Industri juga menjadi kawasan tujuan investasi penanaman modal asing.